Teliti Memilih Herbal
Penulis : dr. Avie Andriyani
Obat Herbal, Antara Pro dan
Kontra Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan herbal dalam praktek pengobatan selalu
menarik perhatian banyak pihak. Di satu sisi, kalangan yang pro selalu mendengungkan bahwa obat herbal aman dikonsumsi karena telah digunakan selama berabad-abad lamanya oleh nenek moyang kita. Di sisi lain, kalangan akademisi senantiasa menekankan pada aspek bukti ilmiah yang harus menyertai bahan yang digunakan untuk proses pengobatan. Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, kenyataan menunjukkan bahwa praktek penggunaan obat herbal telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu.
Herbal sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan, baik dalam rangka mengobati penyakit maupun sekedar untuk pemeliharaan stamina tubuh. Mahalnya biaya pengobatan medis juga menyebabkan masyarakat lebih memilih herbal, apalagi seringkali didukung dengan cerita atau testimoni (kesaksian) dari beberapa orang yang telah membuktikan kemanjuran herbal. Seiring berkembangnya penggunaan herbal, produsen obat herbal banyak bermunculan dan berlomba-lomba menawarkan produk herbal yang terbaik bagi para konsumen. Bahkan ada oknum produsen obat herbal yang melakukan tipu daya dengan menambahkan obat-obatan kimia untuk meningkatkan khasiatnya. Padahal, kandungan zat kimia pada obat herbal bisa berbahaya karena seringkali dosisnya tidak terkontrol.
Permasalahan dalam Penggunaan Obat Herbal
Penggunaan obat herbal ternyata tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Berikut ini beberapa masalah yang muncul dalam pemanfaatan obat herbal di bidang kesehatan :
Terbatasnya informasi yang memadai tentang komposisi pasti dari bahan alam dan ketepatan dosis. Hal ini tentu bisa dimaklumi, karena penggunaan obat herbal secara turun temurun lebih didasari oleh faktor kepercayaan terhadap warisan nenek moyang. Penelitian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk mengetahui efek farmakologi bahan alam serta sejauh mana keamanannya jika digunakan pada berbagai takaran (dosis).
Masih kurangnya penelitian ilmiah dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait. Mahalnya biaya penelitian untuk uji pra klinis dan uji klinis merupakan salah satu faktor penghambat bagi terlaksananya penelitian, mengingat kebanyakan produsen jamu dan obat herbal merupakan industri kecil dan menengah. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap obat herbal.
Tidak adanya laporan terhadap efek samping yang mungkin timbul. Masih samarnya batas antara efek detoksifikasi (pengeluaran racun tubuh) yang diakui oleh produsen herbal sebagai proses bekerjanya obat herbal dengan efek samping yang mungkin timbul akibat dosis yang tidak sesuai atau cara penggunaan yang tidak tepat.
Adanya kemungkinan
terjadinya interaksi antara obat herbal dengan obat modern yang dikonsumsi. Sebagaimana diketahui, kebanyakan obat herbal tidak dimasukkan dalam kategori “obat” melainkan food suplement (makanan suplemen). Sehingga tidak jarang masyarakat secara tidak sadar mengkonsumsi obat herbal sebagai suplemen bersamaan dengan beberapa obat medis ketika sakit.
Harga yang melambung tinggi. Kebanyakan orang memilih produk herbal karena harganya relatif terjangkau dibanding obat medis (kimia). Namun seiring berjalannya waktu, produk herbal mulai diperdagangkan dengan sistem penjualan MLM (Multi Level Marketing) yang berdampak pada melambungnya harga, sehingga hanya kalangan tertentu saja yang mampu membelinya.
Risiko kontaminasi (pencemaran) akibat proses produksi yang tidak higienis. Risiko kontaminasi bahan alam dengan substansi kimiawi yang berbahaya seringkali tidak dapat dihindari, sejak dari penanaman, pembenihan, pengolahan hingga pengemasan ke dalam kemasan siap jual. Hal ini terutama terjadi pada produsen obat herbal yang proses produksinya belum memenuhi standar yang berlaku dalam pengolahan obat yang baik.
Berlebihan dalam menyebutkan khasiat dan kegunaan obat herbal untuk berbagai jenis penyakit. Banyak produsen obat herbal yang mempromosikan seolah-olah semua penyakit bisa diatasi dengan satu jenis obat herbal, tanpa memperhatikan dosisnya. Hal seperti ini tentu menyesatkan dan akan memberikan risiko bagi penggunanya, karena cenderung menggunakan obat herbal yang sama setiap kali mengalami sakit. Pemakaian terus menerus dan tidak terkendali akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan.
Fenomena Herbal Dicampur dengan Bahan Kimia
Seiring dengan naiknya pamor herbal dalam pengobatan, konsumen dihadapkan pada fakta yang cukup merisaukan. Fenomena yang marak akhir-akhir ini adalah penambahan obat kimiawi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menaikkan efek (khasiat) obat herbal yang dipromosikan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) seringkali melakukan pemeriksaan mendadak dan beberapa kali pernah menarik puluhan jenis obat herbal dan minuman penambah energi dari peredaran. Berdasarkan hasil uji laboratorium, obat-obat tradisional tersebut terbukti mengandung bahan kimia seperti sibutramin hidroklorida, sildenafil sitrat, siproheptadin, fenilbutason, asam mefenamat, prednison, metampiron, teofilin, dan parasetamol, yang besarnya melebihi dosis yang seharusnya. Sedangkan hasil pengujian terhadap beberapa jenis obat herbal dan minuman penambah energi menunjukkan kandungan bahan aktif sildenafil dan tadalafil. Ini adalah contoh penarikan obat herbal berskala nasional, sedangkan untuk yang berskala lokal jauh lebih banyak lagi, terutama yang berupa jamu yang merupakan produk home industry (industri rumah tangga) di berbagai daerah di Indonesia.
Fenomena pencampuran herbal dengan bahan kimia ini tentu sangat merugikan konsumen. Selain karena risiko efek samping dan ketidaktepatan dosis, pengguanaan obat semacam ini justru bisa makin memperparah penyakit yang diderita.
Tips Memilih Obat Herbal
Bila sudah memutuskan akan menggunakan obat herbal, sebaiknya kita sudah mengetahui jenis penyakit kita secara jelas dan pasti. Konsultasi ke dokter atau tenaga medis lain untuk mengetahui penyakit yang kita derita merupakan langkah yang bijaksana. Hendaknya kita tidak mencoba untuk mendiagnosa sendiri dengan mengacu pada gejala-gejala yang kita rasakan yang masih bersifat umum. Seringkali, untuk memastikan jenis penyakit tertentu diperlukan pemeriksaan penunjang (laboratorium, foto rontgen, USG, dan lain-lain).
Pilihlah produk yang jelas produsennya. Misalnya, pada kemasan tertera nama produsen, alamat, nomor telephon untuk layanan konsumen maupun konsultasi ahli (herbalis, dokter, apoteker, atau ahli farmasi).
Pilihlah produk yang telah memiliki izin edar dari BPOM atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (ada nomor registrasi POM TR …). Dalam kasus pemalsuan jamu yang terbongkar oleh BPOM, tercatat ada produsen yang mencantumkan nomor registrasi fiktif (tidak nyata/palsu). Jika ragu mengenai nomor registrasi yang tercantum, kita bisa menanyakan kepada BPOM.
Pilihlah obat herbal yang memiliki bukti ilmiah cukup dan terbukti aman untuk dikonsumsi.
Pilihlah obat herbal yang berlabel halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), telah disetujui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, dan telah lolos tes uji bebas bahan kimia obat. Ingat, nomor registrasi saja bukan jaminan keamanan.
Berkonsultasi dengan dokter,
ahli farmasi, dan atau herbalis (ahli herbal) supaya penggunaannya tidak keliru. Apalagi jika menyangkut penanganan penyakit yang serius (parah) dan obat herbal tersebut akan digunakan dalam jangka waktu lama.
Jangan lupa untuk selalu memperhatikan tanggal kadaluwarsa pada kemasan obat herbal.
Jangan mengonsumsi obat medis, jamu, dan herbal, serta terapi tradisional yang lain pada waktu, hari dan jam yang sama. Beri jarak waktu satu hingga dua jam untuk menggabungkan terapi obat medis dan tradisional. Ada kalanya obat medis dan herbal memiliki interaksi negatif. Bila ingin mengombinasikan keduanya, hendaknya konsultasikan dulu dengan dokter atau tenaga medis lainnya.
Jika mengalami efek-efek yang tidak menyenangkan dari obat herbal, segera konsultasikan dengan konsultan yang mewakili produsen obat herbal tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah efek tersebut merupakan efek detoks (pengeluaran racun) atau efek samping obat dan supaya diketahui cara-cara penanganannya.
Menjadi Konsumen Cerdas
Diperlukan pertimbangan yang cerdas dan bijaksana dalam memilih produk herbal untuk keperluan pengobatan. Jangan terpedaya dengan janji produsen dalam menawarkan produknya. Hendaknya kita tetap berhati-hati dan jeli dalam memilih suatu produk herbal untuk pengobatan maupun sekedar untuk pemeliharaan kesehatan.
Terlepas dari semua pro dan kontra, setuju atau tidak setuju, hendaknya kita tetap ingat bahwa kesembuhan datangnya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Obat herbal maupun obat medis hanyalah sarana dalam rangka mendapatkan kesembuhan. Jika kesembuhan belum juga tiba, kita sebagai umat muslim hendaknya senantiasa sabar, tawakal, serta tidak berputus asa. Semoga
Obat Herbal, Antara Pro dan
Kontra Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan herbal dalam praktek pengobatan selalu
menarik perhatian banyak pihak. Di satu sisi, kalangan yang pro selalu mendengungkan bahwa obat herbal aman dikonsumsi karena telah digunakan selama berabad-abad lamanya oleh nenek moyang kita. Di sisi lain, kalangan akademisi senantiasa menekankan pada aspek bukti ilmiah yang harus menyertai bahan yang digunakan untuk proses pengobatan. Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, kenyataan menunjukkan bahwa praktek penggunaan obat herbal telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu.
Herbal sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan, baik dalam rangka mengobati penyakit maupun sekedar untuk pemeliharaan stamina tubuh. Mahalnya biaya pengobatan medis juga menyebabkan masyarakat lebih memilih herbal, apalagi seringkali didukung dengan cerita atau testimoni (kesaksian) dari beberapa orang yang telah membuktikan kemanjuran herbal. Seiring berkembangnya penggunaan herbal, produsen obat herbal banyak bermunculan dan berlomba-lomba menawarkan produk herbal yang terbaik bagi para konsumen. Bahkan ada oknum produsen obat herbal yang melakukan tipu daya dengan menambahkan obat-obatan kimia untuk meningkatkan khasiatnya. Padahal, kandungan zat kimia pada obat herbal bisa berbahaya karena seringkali dosisnya tidak terkontrol.
Permasalahan dalam Penggunaan Obat Herbal
Penggunaan obat herbal ternyata tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Berikut ini beberapa masalah yang muncul dalam pemanfaatan obat herbal di bidang kesehatan :
Terbatasnya informasi yang memadai tentang komposisi pasti dari bahan alam dan ketepatan dosis. Hal ini tentu bisa dimaklumi, karena penggunaan obat herbal secara turun temurun lebih didasari oleh faktor kepercayaan terhadap warisan nenek moyang. Penelitian lebih lanjut masih sangat diperlukan untuk mengetahui efek farmakologi bahan alam serta sejauh mana keamanannya jika digunakan pada berbagai takaran (dosis).
Masih kurangnya penelitian ilmiah dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait. Mahalnya biaya penelitian untuk uji pra klinis dan uji klinis merupakan salah satu faktor penghambat bagi terlaksananya penelitian, mengingat kebanyakan produsen jamu dan obat herbal merupakan industri kecil dan menengah. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap obat herbal.
Tidak adanya laporan terhadap efek samping yang mungkin timbul. Masih samarnya batas antara efek detoksifikasi (pengeluaran racun tubuh) yang diakui oleh produsen herbal sebagai proses bekerjanya obat herbal dengan efek samping yang mungkin timbul akibat dosis yang tidak sesuai atau cara penggunaan yang tidak tepat.
Adanya kemungkinan
terjadinya interaksi antara obat herbal dengan obat modern yang dikonsumsi. Sebagaimana diketahui, kebanyakan obat herbal tidak dimasukkan dalam kategori “obat” melainkan food suplement (makanan suplemen). Sehingga tidak jarang masyarakat secara tidak sadar mengkonsumsi obat herbal sebagai suplemen bersamaan dengan beberapa obat medis ketika sakit.
Harga yang melambung tinggi. Kebanyakan orang memilih produk herbal karena harganya relatif terjangkau dibanding obat medis (kimia). Namun seiring berjalannya waktu, produk herbal mulai diperdagangkan dengan sistem penjualan MLM (Multi Level Marketing) yang berdampak pada melambungnya harga, sehingga hanya kalangan tertentu saja yang mampu membelinya.
Risiko kontaminasi (pencemaran) akibat proses produksi yang tidak higienis. Risiko kontaminasi bahan alam dengan substansi kimiawi yang berbahaya seringkali tidak dapat dihindari, sejak dari penanaman, pembenihan, pengolahan hingga pengemasan ke dalam kemasan siap jual. Hal ini terutama terjadi pada produsen obat herbal yang proses produksinya belum memenuhi standar yang berlaku dalam pengolahan obat yang baik.
Berlebihan dalam menyebutkan khasiat dan kegunaan obat herbal untuk berbagai jenis penyakit. Banyak produsen obat herbal yang mempromosikan seolah-olah semua penyakit bisa diatasi dengan satu jenis obat herbal, tanpa memperhatikan dosisnya. Hal seperti ini tentu menyesatkan dan akan memberikan risiko bagi penggunanya, karena cenderung menggunakan obat herbal yang sama setiap kali mengalami sakit. Pemakaian terus menerus dan tidak terkendali akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan.
Fenomena Herbal Dicampur dengan Bahan Kimia
Seiring dengan naiknya pamor herbal dalam pengobatan, konsumen dihadapkan pada fakta yang cukup merisaukan. Fenomena yang marak akhir-akhir ini adalah penambahan obat kimiawi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menaikkan efek (khasiat) obat herbal yang dipromosikan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) seringkali melakukan pemeriksaan mendadak dan beberapa kali pernah menarik puluhan jenis obat herbal dan minuman penambah energi dari peredaran. Berdasarkan hasil uji laboratorium, obat-obat tradisional tersebut terbukti mengandung bahan kimia seperti sibutramin hidroklorida, sildenafil sitrat, siproheptadin, fenilbutason, asam mefenamat, prednison, metampiron, teofilin, dan parasetamol, yang besarnya melebihi dosis yang seharusnya. Sedangkan hasil pengujian terhadap beberapa jenis obat herbal dan minuman penambah energi menunjukkan kandungan bahan aktif sildenafil dan tadalafil. Ini adalah contoh penarikan obat herbal berskala nasional, sedangkan untuk yang berskala lokal jauh lebih banyak lagi, terutama yang berupa jamu yang merupakan produk home industry (industri rumah tangga) di berbagai daerah di Indonesia.
Fenomena pencampuran herbal dengan bahan kimia ini tentu sangat merugikan konsumen. Selain karena risiko efek samping dan ketidaktepatan dosis, pengguanaan obat semacam ini justru bisa makin memperparah penyakit yang diderita.
Tips Memilih Obat Herbal
Bila sudah memutuskan akan menggunakan obat herbal, sebaiknya kita sudah mengetahui jenis penyakit kita secara jelas dan pasti. Konsultasi ke dokter atau tenaga medis lain untuk mengetahui penyakit yang kita derita merupakan langkah yang bijaksana. Hendaknya kita tidak mencoba untuk mendiagnosa sendiri dengan mengacu pada gejala-gejala yang kita rasakan yang masih bersifat umum. Seringkali, untuk memastikan jenis penyakit tertentu diperlukan pemeriksaan penunjang (laboratorium, foto rontgen, USG, dan lain-lain).
Pilihlah produk yang jelas produsennya. Misalnya, pada kemasan tertera nama produsen, alamat, nomor telephon untuk layanan konsumen maupun konsultasi ahli (herbalis, dokter, apoteker, atau ahli farmasi).
Pilihlah produk yang telah memiliki izin edar dari BPOM atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (ada nomor registrasi POM TR …). Dalam kasus pemalsuan jamu yang terbongkar oleh BPOM, tercatat ada produsen yang mencantumkan nomor registrasi fiktif (tidak nyata/palsu). Jika ragu mengenai nomor registrasi yang tercantum, kita bisa menanyakan kepada BPOM.
Pilihlah obat herbal yang memiliki bukti ilmiah cukup dan terbukti aman untuk dikonsumsi.
Pilihlah obat herbal yang berlabel halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), telah disetujui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, dan telah lolos tes uji bebas bahan kimia obat. Ingat, nomor registrasi saja bukan jaminan keamanan.
Berkonsultasi dengan dokter,
ahli farmasi, dan atau herbalis (ahli herbal) supaya penggunaannya tidak keliru. Apalagi jika menyangkut penanganan penyakit yang serius (parah) dan obat herbal tersebut akan digunakan dalam jangka waktu lama.
Jangan lupa untuk selalu memperhatikan tanggal kadaluwarsa pada kemasan obat herbal.
Jangan mengonsumsi obat medis, jamu, dan herbal, serta terapi tradisional yang lain pada waktu, hari dan jam yang sama. Beri jarak waktu satu hingga dua jam untuk menggabungkan terapi obat medis dan tradisional. Ada kalanya obat medis dan herbal memiliki interaksi negatif. Bila ingin mengombinasikan keduanya, hendaknya konsultasikan dulu dengan dokter atau tenaga medis lainnya.
Jika mengalami efek-efek yang tidak menyenangkan dari obat herbal, segera konsultasikan dengan konsultan yang mewakili produsen obat herbal tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah efek tersebut merupakan efek detoks (pengeluaran racun) atau efek samping obat dan supaya diketahui cara-cara penanganannya.
Menjadi Konsumen Cerdas
Diperlukan pertimbangan yang cerdas dan bijaksana dalam memilih produk herbal untuk keperluan pengobatan. Jangan terpedaya dengan janji produsen dalam menawarkan produknya. Hendaknya kita tetap berhati-hati dan jeli dalam memilih suatu produk herbal untuk pengobatan maupun sekedar untuk pemeliharaan kesehatan.
Terlepas dari semua pro dan kontra, setuju atau tidak setuju, hendaknya kita tetap ingat bahwa kesembuhan datangnya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Obat herbal maupun obat medis hanyalah sarana dalam rangka mendapatkan kesembuhan. Jika kesembuhan belum juga tiba, kita sebagai umat muslim hendaknya senantiasa sabar, tawakal, serta tidak berputus asa. Semoga
Comments
Post a Comment