BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DALAM ISLAM


Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

A. Ketentuan Perusahaan Islam
Perusahaan atau yang biasa disebut sebagai perseroan adalah sebuah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha bisnis dengan tujuan profit (keuntungan).
Dan bisnis dengan tujuan profit adalah keniscayaan didalam kehidupan ini, sebab dengan cara itulah manusia mampu mengembangkan hartanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Namun demikian bagi seorang muslim, cara untuk mengembangkan harta dimana kerjasama
bisnis merupakan salah satunya, tidak boleh dilakukan tanpa ada aturan yang baik dan benar. Bagi
seorang muslim aturan yang baik tersebut haruslah berdasarkan tuntunan sang Khaliq. Sebab hanya
Allah Swt yang memahami apa yang baik untuk manusia walaupun dalam pandangan akal manusia
aturan tersebut terlihat tidak baik. Sebab kadangkala didalam ilmu dan aturan Islam ada hal‐hal yang
dianggap tidak rasional oleh manusia yang hidup pada beberapa abad lalu, namun menjadi rasional
dan logis oleh manusia abad 21 ini. Hal semacam ini menunjukkan kelemahan akal manusia dalam
memahami mana perkara‐perkara yang baik bagi manusia dan mana perkara‐perkara yang buruk
bagi manusia. Sebagai contoh kecil adalah solat dan puasa, yang merupakan aktivitas tertentu yang
tidak mampu difahami apa baik dan manfaatnya bagi manusia yang hidup diawal munculnya Islam,
namun oleh manusia abad 21 hal semacam itu dapat difahami karena kemajuan teknologi.
Demikian juga dalam kerjasama bisnis, agar mendapat manfaat baik dan berkah seharusnya
mengikuti aturan dari sang Khaliq. Adapun aturan fiqih menetapkan bahwa bagi seorang muslim bila
hendak melakukan kerjasama bisnis dengan orang lain, baik orang lain tersebut muslim maupun non
muslim hendaknya memenuhi rukun dan syarat dalam Islam, yaitu:
1. Aqidain (dua pihak yang berakad)
Dalam hal kerjasama bisnis aqidain tersebut adalah pengelola (mudharib) dan pemodal
(shahibul maal). Adapun syarat bagi keduanya adalah:
a. Baligh (dewasa) atau setidaknya telah mumayyiz (mampu membedakan)
b. Merdeka atau orang tersebut tidak berstatus budak milik seseorang
c. Berakal atau orang tersebut tidak dalam kondisi hilang akal seperti gila atau mabuk

d. Pelaku tidak dalam keadaan dipaksa atau tekanan

2. Ma’qud ‘alaih (Objek Bisnis)
Dalam hal kerjasama bisnis, objek bisnis harus memenuhi syarat bahwa bisnis yang
dijalankan bukan bisnis yang haram seperti bisnis rumah bordil dan bisnis‐bisnis haram
lainnya.

3. Shighat atau Ijab Qabul
Bahwa antara pemodal dan pengelola harus telah bersepakat baik dalam bentuk ucapan
langsung maupun tulisan. Mereka bersepakat dalam masalah nisbah bagi hasil usaha dan
hal‐hal teknis lainnya
Bila dua pihak (dua orang atau lebih) tersebut telah memenuhi rukun dan syarat diatas
sebelum menjalankan bisnisnya bersama‐sama. Maka kerjasama bisnis dalam Islam pada dasarnya
telah mereka penuhi, sehingga otomatis mereka telah membangun sebuah perusahaan (perseroan
Islam) dengan bentuk yang mereka sepakati diawal.
Adapun bentuk‐bentuk perusahaan (kerjasama) yang diakui dalam Islam setidak terdiri dari 5
buah bentuk:
1. Perseroan Mudharabah
2. Perseroan Inan
3. Perseroan Abdan
4. Perseroan Wujuh
5. Perseroan Mufawadhah
Adapun penjelasannya masing‐masing sebagai berikut:

B. Bentuk‐Bentuk Perusahaan Islam
1. Perseroan Mudharabah
Mudharabah bagi pemerhati ekonomi Islam tentu tidak asing lagi. Yaitu sebuah bentuk
kerjasama (syirkah) antara dua pihak dimana salah satu pihak berstatus sebagai pengelola
(mudharib) dan yang lainnya berstatus sebagai pemodal (shahibul maal) dimana mereka bersepakat
dalam hal bisnis dan pembagian keuntungan, sedangkan kerugian hanya dibebankan pada pemilik
modal saja dan tidak pada pengelola. Apabila kita gambarkan dengan skema adalah sebagai berikut:
Gambar 1.




Mudharabah bentuk 1
Namun demikian bagi pemerhati ekonomi Islam terutama mahasiswa ekonomi Islam akan
bertemu dengan kebingungan tatkala dihadapkan pada konsep Musyarokah, sebab konsep
musyarokah ditemukan dalam perbankan syariah, namun tidak didapati dalam bentuk‐bentuk
kerjasama bisnis dalam Islam menurut Fiqih sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan
sebelum ini.

Kebingungan tersebut diawali karena tidak difahaminya secara mendalam apa itu
mudharabah dan apa itu musyarokah dengan segala bentuk dan ketentuannya. Bahwa mudharabah
adalah sebagaimana penelasan diatas. Bahwa pada dasarnya Istilah mudharabah kebanyakan
digunakan oleh masyarakat Persi (Irak), sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh.
Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama. Dan menurut
bahasa, qiradh diambil dari kata alqardhu yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan
potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan
pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Dengan kata lain, mudharabah
adalah meleburnya badan (tenaga) di satu pihak, dengan harta dari pihak lain. Sehingga yang satu
bekerja, sedangkan yang lain harta, kemudian kedua belah pihak sepakat mengenai prosentase
tertentu dari hasil keuntungan yang diperoleh, semisal 33,3% dari laba atau 50% dari hasil
keuntungan.


Sehingga syaikh Taqyuddin an‐Nabhani dalam bukunya Nizhomul Iqtishod fil Islam
menjelaskan bahwa perseroan mudharabah dapat pula berbentuk sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2
Mudharabah bentuk 2
Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas menjelaskan bahwa disebut mudharabah
juga apabila terdapat 3 orang (atau lebih) yang berakad dimana 2 orang (atau lebih) bertatus sebagai
pemodal saja dengan masing‐masing modalnya dan 1 orang lainnya (atau lebih) sebagai pengelola
saja. Dimana pembagihasilan keuntungan berdasarkan kesepakatan dan kerugian yang hanya
ditanggung oleh pemodal saja.
Mudharabah dengan bentuk lainnya adalah sebagaimana gambar berikut:
Gambar 3
Mudharabah bentuk 3
Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas juga menjelaskan bahwa disebut
mudharabah apabila 2 orang (atau lebih) yang berakad dimana 1 orang (atau lebih) bertatus sebagai
pemodal dan satu orang lainnya bertatus sebagai pengelola dan pemodal sekaligus.
Ilustrasinya untuk mudharabah ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) mudharabah,
dimana A menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp.
2.000.000. dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah A. mereka
bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%. Bila keuntungan yang dihasilkan dari
usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing keduanya adalah:
Laba bersih: Rp. 1000.000
Total modal : 1 Juta + 2 Juta = 3.000.000
60% untuk pengelola : Rp.600.000
40% untuk pemodal : Rp.400.000
Maka bagian untuk A sebagai pengelola adalah Rp.600.000
Dan bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.600.000 + Rp.133.333 = Rp.733.333
Sedangkan bagian untuk B adalah:
2 juta/3 juta x 400.000 = Rp.266.666
B hanya mendapat bagian sebesar Rp.266.666 dari total keuntungan bersih Rp.1000.000 sebab B
hanya bertindak sebagai pemodal saja. Sedangkan A bertindak selain sebagai pemodal, ia juga
bertindak sebagai pengelola. Sehingga ia mendapat 2 bagian.


sebenarnya sama saja dengan mudharabah, dan tidak ada bedanya. Hanya saja musyarokah adalah
mudharabah dari bentuk yang terakhir, atau bentuk gambar 3 diatas.
Sebab musyarokah berasal dari kata syirkah yang berarti kerjasama bisnis. Jadi pada
dasarnya semua bentuk perseroan dalam Islam dapat disebut sebagai musyarokah. Namun dalam
dunia perbankan syariah, untuk membedakan antara bentuk mudharabah satu dengan bentuk
mudharabah lainnya menggunakan kata mudharabah dan musyarokah. Apa penyebabnya bisa jadi
bermacam‐macam alasan, bisa jadi sebagai upaya untuk memudahkan masyarakat membedakan
jenis‐jenis pembiyaan syariah yang bersifat uncertainty contract, atau bisa jadi dunia perbankan
syariah kurang memahami bahwa mudharabah memiliki bentuk lebih dari satu macam.

2. Perseroan Inan
Perusahaan (syirkah) Inan adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dimana
masing‐masing pihak berstatus sebagai pengelola sekaligus pemodal. Disebut sebagai inan karena
kedua belah pihak sama‐sama terlibat mengelola harta mereka, sebagaimana dua penunggang kuda
yang sama‐sama mengendalikan kuda mereka dan sama‐sama menariknya sehingga kedua tali
kekang mereka serasi.
Gambar 4
Perseroan Inan
Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Inan, dimana A
menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp. 2.000.000.
dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah mereka berdua secara
bersama‐sama (A dan B). mereka bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%.
Bila keuntungan bersih yang dihasilkan dari usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing
keduanya adalah:
Laba bersih: Rp. 1000.000
Total modal : 1 Juta + 2 Juta = Rp.3.000.000
60% untuk pengelola : Rp.600.000
40% untuk pemodal : Rp.400.000
Bagian untuk A:
Bagian untuk A sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
Bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.300.000 + Rp.133.333 = Rp.433.333
Bagian untuk B:
Bagian untuk B sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
Bagian untuk B sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 2 juta/3 juta = Rp.266.666
Maka total bagian B sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.300.000 + 266.666 = Rp. 566.666
Jadi pada intinya perbedaan antara perseroan mudharabah dengan perseroan Inan adalah,
bahwa didalam perseroan Inan setiap perseronya adalah investor sekaligus pengelola (baik direktur
maupun manajer). Tentu saja didalam perseroan mudharabah tidak demikian, sebab dalam
perseroan mudharabah terdapat didalamnya salah pihak saja yang bertindak investor saja atau
pengelola saja.

3. Perseroan Abdan
Bentuk perusahaan Abdan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dimana masing masing pihak berstatus sebagai pengelola, namun masing‐masing pihak juga tidak menyertakan
modal mereka secara materil. Sebab tenaga pengelolaan masing‐masing pihak sudah dianggap
sebagai modal dalam usaha, sebab baik tenaga dan keahlian dianggap memiliki sifat sebagaimana
modal materi yang bisa darinya diperoleh penghasilan bila dikelola.
Gambar 5
Perseroan Abdan
Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Abdan, dimana A
merupakan seorang dokter dan B adalah seorang apoteker. Mereka bersepakat bisnis dalam masalah
pengobatan, yang keuntungannya dibagihasilkan 60% untuk dokter dan 40% untuk apoteker. Bila
keuntungan hasilnya sebesar Rp.1.000.000 maka bagian masing‐masing adalah:
Bagian A : 60% x Rp.1.000.000 = Rp.600.000
Bagian B : 40% x Rp.1.000.000 = Rp.400.000

4. Perseroan Wujuh
Perbedaan bentuk perusahaan wujuh dengan yang lainnya adalah bahwa perusahaan wujuh
dibentuk karena adanya kedudukan, nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap masingmasing
pelaku bisnis tersebut. Syirkah wujuh sebenarnya menekankan kepercayaan berdasarkan
kredibilitas, bukan berdasarkan kedudukan dan jabatan materil.
Atau dalam bentuk berikut;
Yaitu dua orang yang membeli secara tangguh atas barang, dengan ketentuan hak atas
kepemilikan terhadap barang yang dibeli seperti fifty‑fifty atau satu banding dua dan atau
seterusnya. Kemudian barang tersebut dijual secara tunai sehingga menghasilkan laba. Maka
laba yang dibagi diantara mereka berdasarkan porsi hak kepemilikan atas barang tersebut.

5. Perseroan Mufawadhah
Perusahaan mufawadhah adalah kerjasama 2 mitra bisnis sebagai gabungan dari semua bentukbentuk
perusahaan (syirkah) Islam, yaitu gabungan antara mudharabah, inan, abdan dan wujuh.

Ilustrasinya untuk perseroan Mufawadhah ini sebagai berikut:
6 orang melakukan perserikatan bisnis dengan jenis Perseroan Mufawadhah. Dengan akad pengelola
60% dan pemodal 40% Dengan ketentuan sebagai berikut:
5 orang memiliki modal dengan masing‐masing:
Orang pertama = 1000.000
Orang kedua = 1500.000
Orang ketiga = 1000.000
Orang keempat = 1700.000
Orang kelima = 1000.000
Bekerja sama dengan 3 orang sebagai pengelola
Orang kedua = direktur utama : 50%
Orang ketiga = manajer A : 30%
Orang keenam = manajer B : 20%
Keuntungan = 10.000.000
Maka perolehan masing‐masing orang dalam perseroan tersebut adalah:
Pemodal
Orang pertama 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
Orang kedua 1500.000/6200.000 x 4000.000 = 967.741,932
Orang ketiga 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
Orang keempat 1700.000/6200.000 x 4000.000 = 1.096.744,192
Orang kelima 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
Pengelola
Orang kedua 50/100 x 6000.000 = 3.000.000
Orang ketiga 30/100 x 6000.000 = 1800.000
Orang keenam 20/100 x 6000.000 = 1200.000
Bagian masing‐masing Orang
Orang pertama Rp. 645.161,288
Orang kedua Rp. 3.967.741,932
Orang ketiga Rp. 2.445161,288
Orang keempat Rp. 1.096.744,192
Orang kelima Rp. 645.161,288
Orang keenam Rp. 1.200.000,000




Comments

Popular posts from this blog

KAUM NABI LUTH : Dan Kota Yang Dijungkirbalikkan

Pesona Nasehat Lukman Al-Hakim pada anaknya